Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terus melakukan pembaruan teknologi guna mengantisipasi perubahan iklim global yang semakin kompleks dan dinamis.
“BMKG terus berupaya mengembangkan teknologi sistem peringatan dini cuaca dan iklim. Begitu juga dengan sistem observasi yang didukung dengan sistem informasi. Dengan begitu, masyarakat yang kerap terdampak perubahan iklim seperti nelayan dan petani dapat memantau dan cepat beradaptasi pula,” ungkap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati saat Rapat Prakiraan Musim Hujan 2021/2022 secara virtual, Senin (2/8/2021).
Dwikorita mengatakan, pembaruan teknologi menjadi sangat penting agar dampak perubahan iklim yang begitu cepat bisa dimitigasi dengan baik. Selain itu, untuk menentukan langkah serta aksi yang diperlukan untuk beradaptasi dengan situasi tersebut.
“Meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi salah satu penyebab perubahan iklim global. Kita harus cepat memahami, beradaptasi, dan menyesuaikan diri dengan fenomena ini,” tuturnya.
Dwikorita mencontohkan, salah satu fenomena perubahan iklim yang dapat dirasakan adalah masih turunnya hujan di sejumlah wilayah di Indonesia meskipun saat ini (Juli-red), Indonesia tengah berada di musim kemarau.
Fenomena ini, kata dia, telah diprediksi BMKG sejak Maret 2021 lalu, dimana hasil analisis BMKG menunjukkan bahwa kondisi curah hujan di atas normal terjadi hampir di sebagian besar wilayah Indonesia. Kondisi ini agak mirip dengan tahun lalu, ketika curah hujan bulanan di atas normal terjadi di banyak wilayah Indonesia.
“Situasi dan kondisi ini akibat letak geografis Indonesia yang berada di antara dua benua dan samudra sehingga cuaca dan iklim dipengaruhi interaksi yang terjadi diantara keduanya. Gangguan gelombang atmosfer dan gerak semu matahari juga memberi pengaruh terhadap situasi ini,” imbuhnya.
“Bulan Juli yang umumnya ditandai dengan kondisi kering di wilayah Indonesia bagian selatan, seperti Jawa, Bali, NTB dan NTT, ternyata pada saat yang bersamaan justru merupakan periode puncak hujan bagi sebagian wilayah yang lain, yang berpotensi menimbulkan bencana banjir,” tambah dia.
Jadi, lanjut Dwikorita, saat masyarakat sedang waspada pada potensi bencana kebakaran hutan dan lahan akibat kemarau, di saat bersamaan, masyarakat juga perlu waspada terhadap potensi bencana banjir.
Dwikorita mengatakan, inovasi teknologi yang dilakukan BMKG saat ini diarahkan untuk mampu menangkap indikasi fenomena-fenomena cuaca dan iklim diluar kondisi iklim yang normal. Dengan demikian, informasi-informasi yang dihadirkan BMKG dapat mengantisipasi dampak negatif akibat anomali cuaca dan iklim tersebut di berbagai sektor. (*/cr2)
Sumber: banten.siberindo.co