Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan 3 hal fundamental yang harus terus dibenahi dan dibangun agar Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara lain di dunia, yaitu infrastruktur, hilirisasi serta ketahanan energi dan pangan.
“Meski dalam keadaan sulit, kita tetap konsisten membenahi hal-hal yang fundamental,” kata Jokowi saat memberikan sambutan dalam acara United Overseas Bank (UOB) Economic Outlook 2023 di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Kamis (29/9/2022).
Pertama, infrastruktur harus terus dibangun. Karena infrastruktur merupakan fondasi dalam pembangunan jangka menengah dan panjang sehingga dapat mengangkat daya saing Indonesia di dunia internasional.
“Kita enggak akan bisa bersaing dengan negara lain, kalau konektivitas tidak kita miliki dengan baik. Jalan, airport, pelabuhan, pembangkit listrik, itu kunci dasar kalau ingin bersaing dengan negara lain. Kalau itu kita tidak miliki, stok infrastruktur kita rendah, mana kita bisa bersaing dengan negara-negara lain. Pertama infrastruktur,” ujar Jokowi.
Hal fundamental kedua yang dilakukan oleh pemerintah yaitu hilirisasi. Jokowi mengingatkan agar Indonesia tidak lagi mengekspor berbagai komoditas tambang dalam bentuk bahan mentah saja.
“Hilirisasi. Jangan sampai berpuluh-puluh tahun hanya menjual komoditas mentah saja. Ini stop, tapi satu-satu tidak barengan. Dan harus kita bisa paksa. Nikel dulu stop, ramai, orang datang ke saya, saya ini kan bisa ketemu dengan siapa saja. Saya terbuka. Semua orang menyampaikan, pak hati-hati, pak ini nanti ekspor kita bisa anjlok karena bapak menghentikan nikel,” ungkap Jokowi.
Namun, Jokowi tetap bersikukuh untuk melakukan penghentian ekspor nikel dalam bentuk bahan mentah. Ternyata, keputusan yang diambilnya tepat. Terbukti penghentian ekspor nikel dalam bentuk mentah telah berhasil mendongkrak nilai ekspornya menjadi berkali-kali lipat.
“Nikel setiap tahun pada saat ekspor kita mentah, kira-kira empat tahun yang lalu dan sebelumnya hanya US$ 1,1 miliar. Artinya, ekspor kita setahun hanya Rp 15 triliun. Begitu kita hentikan, coba cek tahun 2021, US $ 20,9 miliar, meloncat dari 1,1 ke 20,9, dari kira-kira Rp 15 triliun melompat ke Rp 360 triliun. Baru nikel, nanti kita stop lagi timah, kita stop lagi tembaga, kita stop lagi bahan-bahan mentah yang kita ekspor mentahan,” jelas Jokowi.
Bahkan ia sempat mengecek aspal di Buton. Ia merasa heran mengapa Indonesia masih mengimpor aspal, padahal mampu memproduksi sekitar 5 juta ton per tahun.
“Saya juga cek di Buton, kenapa sih kita masih impor aspal? Data yang saya terima kira-kira 5 juta ton per tahun, kita punya aspal kok, saya cek ke lapangan, ternyata enggak ada instustrinya. Di situ, baru 1 (industri) yang (produksi) 100 ribu ton per tahun. Kita malahan impor, ini apa-apaan. Kesalahan-kesalahan seperti ini harus dihentikan, di industrialisasi, hilirisasi,” terang Jokowi.
Menurutnya, industri aspal merupakan peluang yang besar, karena deposit aspal nasional mencapai 662 juta ton. “Ini peluang. Kalau bapak, ibu dengar ini, wah investasi industri aspal. Itu kebutuhan dalam negeri. Kalau tambah ekspor, gede banget, deposit aspal kita ada 662 juta ton, dan dibiarkan, malah kita impor, kesalahan-kesalahan ini harus berhenti,” tegas Jokowi.
Selanjutnya, hal fundamental berikutnya yang menjadi fokus pemerintah adalah ketahanan pangan dan energi. Untuk ketahanan energi, Presiden mencontohkan penggunaan biosolar B30 yang diharapkan dapat meningkat menjadi B40 sehingga bisa membantu meningkatkan ketahanan energi di tengah krisis energi yang melanda dunia.
“Kemudian, hal fundamental lain ketahanan pangan dan energi terus kita perbaiki. Ketika telah memiliki misalnya ketahanan energi B30, nanti ditingkatkan menjadi B40 sehingga kita betul-betul kuat dalam ketahan energi. Ketahanan pangan tadi juga sudah saya sampaikan,” papar Jokowi.