Site icon SIN Kalsel

Profesor Wiku: Strategi Vaksinasi Covid-19 Perlu Disesuaikan

Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito berpose usai memberikan keterangan di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (21/7/2020). Pemerintah resmi menunjuk Wiku Adisasmito menjadi juru bicara pemerintah menggantikan Achmad Yurianto.

Jakarta – Profesor Wiku Adisasmito, Juru Bicara Gugus Tugas (Satgas) Covid-19, mendorong perlunya penyesuaian strategi vaksinasi Covid-19. Dalam hal ini, mempercepat pendistribusian dosis vaksin terlengkap untuk mencapai kekebalan yang optimal.

“Saat ini, tugas kita bukan sekadar memastikan diri sendiri sudah divaksinasi lengkap, namun juga orang di sekitar kita. Karena tujuan utama kita adalah membentuk kekebalan kolektif bukan individual,”ujar Wiku dalam keterangan tertulis, Jumat (12/8/2022).

Wiku menuturkan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengumumkan hasil sero survei ketiga yang dilakukan secara nasional pada 100 kabupaten/kota terpilih yang sama dengan sampel untuk sero survei yang dilakukan akhir tahun lalu.

Menurut Wiku, ini dilakukan untuk melihat progres peningkatan antibodi pada individu yang sama sehingga efektivitas penambahan dosis vaksin lebih jelas terlihat.

“Khususnya karena dalam rentang waktu satu tahun itu, ada banyak program pengendalian Covid-19 lainnya, salah satunya pemberian vaksin booster dosis pertama untuk masyarakat umum,” ujarnya.

Menurut Wiku, dari hasil tersebut ditemukan fakta bahwa kekebalan komunitas pada sampel yang diambil meningkat mencapai 98,5%. Dari hasil survei diasumsikan kekebalan komunitas secara nasional rata-rata meningkat.

Adapun peningkatan ini terjadi karena riwayat vaksinasi atau infeksi sebelumnya. Dikatakan Wiku, dari hasil survei tersebut juga ditemukan bahwa semakin lengkap dosis vaksin yang diterima maka semakin tinggi kadar antibodi atau kekebalan yang dimiliki seseorang.

“Namun nyatanya secara data cakupan vaksinasi booster belum meningkat signifikan dibanding laju vaksinasi dosis pertama dan kedua terhitung dari suntikan pertama dosis pertama secara nasional,” ujar Wiku.

Menurut Wiku, untuk membentuk dan mempertahankan kadar antibodi efektif mencegah infeksi, pemberian dosis vaksin lanjutan harus tepat waktu, khususnya booster yaitu 6 bulan pasca penyuntikan dosis kedua. Di satu sisi populasi yang tidak bisa divaksin karena alasan kesehatan akan semakin terancam keselamatannya.

Situasi ini, kata Wiku, perlu didorong untuk terus meningkatkan cakupan vaksinasi. Bahkan seharusnya sampai ke titik optimal yaitu cakupan booster setinggi-tingginya.

Kendati demikian, Wiku menegaskan vaksinasi bukan obat untuk membuat seseorang kebal terhadap Covid-19.

“Kembali kami ingatkan, vaksinasi bukanlah obat yang membuat kita kebal dari penularan. Ini kelihatan dari data bahwa 5 daerah penyumbang kasus tertinggi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, dan Bali memiliki cakupan vaksinasi booster yang tidak jauh dari rata-rata nasional bahkan lebih tinggi,” ujar Wiku.

Oleh karena itu, selain vaksinasi, Wiku menuturkan diperlukan proteksi berlapis sebagai pelengkap, yaitu perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Hal ini diharapkan menjadi budaya yang tak lepas dari kehidupan masyarakat sehari-hari.

Exit mobile version