Lebih dari 50 juta orang menderita gangguan depresi berat pada tahun 2020 karena pandemi Covid-19. Seperti dilaporkan RT, Sabtu (9/10/2021), hal itu terungkap dalam studi penelitian global yang diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet.
Studi baru ini menunjukkan pandemi virus corona menambah beban gangguan depresi dan kecemasan di lebih dari 200 negara pada tahun 2020. Dampak Covid-19 telah meningkatkan jumlah orang yang depresi hampir sepertiga.
“Saat gangguan mental adalah penyebab utama beban terkait kesehatan global bahkan sebelum pandemi, penyebaran virus yang ditakuti dan tindakan pembatasan berikutnya untuk memerangi penyakit telah menambah beban,” bunyi hasil penelitian.
Menurut para peneliti, ada tambahan 53,2 juta kasus atau peningkatan 27,6%, gangguan depresi mayor dan 76,2 juta kasus gangguan kecemasan telah menambah jumlah orang yang menderita masalah kesehatan mental.
Untuk mengukur dampak pandemi pada area tertentu, tim menganalisis tingkat infeksi SARS-CoV-2 harian, pembatasan mobilitas manusia, dan tingkat kematian berlebih setiap hari.
Ternyata lokasi yang paling parah terkena dampak berdasarkan dua kriteria pertama berhubungan dengan mereka yang memiliki lonjakan gangguan depresi dan kecemasan yang terdokumentasi. Penelitian menyimpulkan ada peningkatan infeksi dan penurunan mobilitas “berhubungan secara signifikan” dengan memburuknya kesehatan mental.
Tim menemukan bahwa tingkat kematian yang berlebihan tidak terkait dengan perubahan prevalensi baik untuk gangguan depresi mayor atau gangguan kecemasan.
Studi ini juga menemukan bahwa kesehatan mental wanita lebih terpengaruh oleh pandemi daripada pria. Orang yang lebih muda terkena dampak lebih dari kelompok usia yang lebih tua, karena mereka menderita kurangnya interaksi teman sebaya setelah sekolah ditutup dan pembatasan sosial lainnya diberlakukan.
“Selain itu, kaum muda lebih cenderung menjadi pengangguran selama dan setelah krisis ekonomi daripada orang yang lebih tua,” catat para peneliti.
Peringatan bahwa gangguan kesehatan mental menambah risiko penyakit lain dan bunuh diri, studi tersebut meminta pemerintah di seluruh dunia untuk memperkuat sistem kesehatan mental.
“Mereka harus mempertimbangkan pesan kesehatan masyarakat tentang dampak kesehatan mental dari Covid-19, bagaimana individu dapat mengelola kesehatan mental mereka dengan baik, dan jalur yang jelas untuk penilaian dan akses layanan,” kata surat kabar itu. (*/cr2)
Sumber: beritasatu.com